Disruptive Innovation
- P. A. Ikhsanudin
- Aug 24, 2019
- 5 min read
Manusia dituntut mampu merepresentasikan apa itu kemanusiaan. Kemanusiaan ialah nilai nilai yang dibangun berkat interaksi sesama manusia sepanjang sejarah manusia yang dianggap sedemikian rupa disebut kemanusiaan(relative). Manusia dan kemanusiaan selalu diuji dengan adanya konflik social sesama manusia entah itu dalam skala kecil seperti pertengkaran antar individu hingga perang antar kelompok yang pada intinya mengorbankan nilai-nilai yang dianggap suatu harga bagi manusia(nilai-nilai kemanusiaan).
Interaksi sesama manusia selalu diuji oleh adanya inovasi-inovasi baru. Jika dulu manusia berinteraksi untuk saling membantu dan menghargai, maka hari ini yang terjadi jauh lebih dari itu. Kebutuhan individu tidak selalu dapat dipenuhi oleh individu tersebut, melainkan harus ada timbal dan balik dari individu lain maka itulah manusia disebut makhluk social. Inovasi dalam saling membantu mendorong manusia menciptakan output diluar manusia, yaitu alat-alat pembantu pekerjaan manusia atau yang biasa kita sebut teknologi. Dengan adanya teknologi, manusia berhasil mereduksi tenaga dan waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring bertambah dan berkembangnya inovasi maka waktu dan tenaga yang dikeluarkan kian banyak terpangkas dan jauh lebih efisien. Dengan terpangkasnya waktu dan tenaga tersebutlah manusia tidak perlu menunggu lama dan bersusah payah lagi, hal inilah yang demikian disebut sebagai produksi instan. Produksi yang instan cenderung menjadi alternative baru bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal barang maupun ide(ego dan libiditas). Produksi yang instan hari ini menjadi candu bagi manusia untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dengan efisien dan akurat, sehigga manusia menemukan dan mengembangkan teknologi yang bisa menghemat waktu dan tenaga lebih banyak.
Di era ini wacana revolusi industry 4.0 yang membuat manusia berpacu dalam pusaran globalisasi yang menuntut manusa mengolah informasi dengan super cepat untuk tidak tertinggal dalam peradaban. Informasi hari ini adalah kunci kompetisi global dalam bertahan hidup. Informasi hari ini adalah modal manusia menjadi semaju mungkin untuk menghindari kepunahannya, karena itu hari ini yang mampu menjadi trend informasilah yang menjadi manusia adikuasa karena tidak mungkin tanpa informasi manusia mampu mengekspresikan apa kebutuhan dan keinginannya.
Ironisnya hari ini dengan laju informasi yang cepat manusia dituntut berinovasi demi kompetisi menjadi trend akan kemajuan karena ia yang inovatif dalam hiduplah yang mampu bertahan hidup dan dengan demikian ia menjadi symbol keterbaruan. Barang siapa yang gagal bahkan telat mengolah informasi akan ketinggalan dalam zaman globalisasi atau bisa disebut “katrok”. Dengan inovasi inovasi yang dtimbulkanlah manusia menjadi bisa berkreasi untuk meraih kebutuhan jasmani rohaninya. Dibuktikan hari ini bahwa manusia yang paling innovative lah yang paling mapan seperti para pebisnis yang memiliki pembaruan dalam memenuhi kebutuhannya. Para orang kaya seperti pemilik perusahaan saya pikir sebagai manusia yang innovative karena ia mampu menciptakan teknologi ataupun system rasaksa yang mampu berpacu dengan kecepatan informasi, bahkan mereka turut berkontribusi dalam percepatan informasi tersebut. Pada akhirnya tidak heran jika mereka mampu menguasai kekayaan didunia dengan luar biasa rapih dan terkonsep. Di sisi lain manusia yang tak mampu bersaing dalam inovasi seperti orang-orang miskin hanya bisa bergantung terhadap inovasi yang dibuat oleh orang kaya, seperti contoh petani hanya bisa menurut pada pasar yang ada. Seperti para pekerja hari ini yang hanya sebatas mencukupi kebutuhan hidupnya mereka harus mengabdi atau membudak pada inovasi sistem terbaru dengan meluangkan tenaga dan waktu yang cukup banyak.
Inovasi ialah senjata tertajam yang dimiliki manusia hari ini, karena itu mau tak mau manusia harus inovatif untuk bertahan hidup. Revolusi industry 4.0 hari ini mampu menciptakan sistem-sistem dimana ruang-ruangnya manusia sudah digantikan oleh teknologi non manusia seperti kecerdasan buatan(Artificial Intelegent). Dengan demikian jelas bahwa yang tertinggal dalam informasi semakin dipersempit mencari lahan kebutuhannya sedangkan lahan yang ada sudah menjadi milik manusia-manusia innovative yang memang menang start seperti dari keturunan, ras etnis dan berbagai relasi kelompok, Kesempatan manusia untuk mengeksplore dirinya sendiri menjadi tidak merata bagi semuanya dengan adanya oligarki inovasi tadi. Hari ini sedang sering digaungkan yang namanya “disruptive innovation” dimana adanaya inovasi yang hanya menguntukan satu pihak sementara disisi lain banyak pihak yang carut marut akibat kapitlisasi sumberdaya oleh inovasi. Manusia-manusia miskin hari ini hanya mampu untuk diombang ambingkan oleh inovasi yang ada. Contoh kasus adalah bagaimana jika posisi teller bank diambil oleh robot yang menjadi ancaman manusia untuki terdegradasi dari perannya dalam suatu pekerjaan. Dengan adanya ruang-ruang yang dipersempit tersebut menimbulkan perebutan kesempatan karena kuota pekerjaan yang sedikit.
· Inovasi dan Kemanusiaan
Kondisi dunia yang mampu menimbulkan inovasi dengan sangat cepat hari ini menciptakan siklus trend yang sangat dinamis. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang hanya dimiliki segelintir golongan maka mayoritas penduduk dunia hari ini ialah orang yang hanya mampu menjalani regulasi-regulasi yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa atas inovasi tersebut. Adanya inovasi-inovasi baru pada revolusi industry 4.0 dianggap mengancam lahan-lahan kerja manusia yang ada sehingga hari ini manusia betul-betul berkompetisi untuk memperebutkan pekerjaan yang minim kuota. Kompetisi memang menjadi hal yang baik bagi pengasahan individu untuk menjadi berkualitas dan beretos kerja handal. Dalam kompetisi panjang ini dapat kita amati bahwa persiapan-persiapan sudah dilakukan semenjak kita dibangku sekolah. Di bangku sekolah tentu kita bisa merasakan nikmatnya rasa kemanusiaan atau kesetia kawan-an, namun perlu kita cermati pada akhir pendidikan SMP dan sederajat kita sudah ditentukan pada pilihan stereotype SMK untuk yang kerja dan SMA untuk yang mau kuliah. Meskipun lulusan SMA ada yang langsung kerja dan lulusan SMK ada yang kuliah. Pendidikan menyadari bahwa pengolahan SDM ada dalam genggamannya, sehingga perserta didik hari ini dibentuk sedemikian rupa agar mampu bertahan hidup dijenjang selanjutnya. Mempunyai alumni yang bekerja pada lembaga yang superkaya adalah suatu kebanggaan bagi sekolah/universitas/akademi dsb. sehingga gengsi tersebut menjadi parameter suksesnya pendidikan membentuk SDM nya. Pendidikan yang berfokuskan tenaga kerja melahirkan budaya kompetisi untuk perebutan kesempatan yang diberikan oleh golongan adidaya tersebut, seperti hari ini kebanyakan mahasiswa yang giat belajar dikelas untuk merebutkan jatah kursi pekerjaan yang minim kuota tersebut.
Dengan banyaknya teknologi yang membantu proses pekerjaan membuat kebutuhan tenaga kerja manusia berkurang yang menjadi salahsatu factor minimnya kuata tenaga kerja manusia. Yang disayangkan adalah cara bagaimana ketika manusia bersaing untuk mendapatkan peluang tersebut. Manusia difokuskan untuk show up menuruti kehendak peluang tersebut sehingga jatuhnya competitor adalah sebuah keuntungan yang lama kelamaan menggerus nilai kemanusiaan seperti saling menolong. Keseharian yang berorientasi untuk membentuk kita sesuai kriteria persyaratan pekerjaan justru merubah kita menjadi robot yang berjalan sesuai standar mereka. Mungkin sudah terjadi disekitar anda bahwa interaksi kemanusiaan yang dulunya sangat komunikatif dan saling memahami kini menjadi sekedar reifikasi. Kita tidak pernah tahu apakah hal tersebut menjadi bentuk kemanusiaan yang baru atau memang benar bahwa kemanusiaan telah ditinggalkan.
· Inovasi dan Kekuasaan
Pada intinya saya ingin mengutarakan tentang sebuah monopoli inovasi yang paling mungkin dilakukan oleh orang-orang yang berdaya, tentu karena inovasi paling memungkinkan ada pada orang yang berpendidikan tinggi entah dalam arti lembaga maupun pergaulan serta untuk mewujudkannya perlu adanya kekuasaan akan akses untuk membantu terwujudkannya inovasi tersebut dalam segi teknologi maupun legitimasi. Mengapa itu dirasa perlu ialah bahwa teknologi ter mutakhir akan membantu pengadaan inovasi dan legitimasi untuk menguatkan hak kepemilikan akan inovasi tersebut. Dan orang-orang yang tak berdaya hanya akan membuang-buang kreatifiasnya yang tak mampu tersalurkan bahkan tak menutup kemungkinan buah pikiran mereka diraup oleh orang-orang berdaya dan diklaim oleh mereka, dengan demikian eksistensi mereka yang berdaya lebih diakui keinovatifannya dari pada orang yang tak berdaya. Siklus tersebutlah yang menjadikan generasi-generasi muda yang sebetulnya berpotensi menjadi tidak diakui sehingga tidak menimbulkan nilai serta dorongan moral dari lingkungan yang membuatnya hanya menjadi buruh-buruh berorientasi ekonomi, bukan kreatifitas.
Surabaya, 25 Agustus 2019
Comments