top of page

Juangkan

  • Writer: P. A. Ikhsanudin
    P. A. Ikhsanudin
  • Jun 5, 2018
  • 3 min read

Hari lahir pancasila 1 juni adalah hari yang amat sakral bagi Negara Indonesia dikarenakan 1 juni adalah hari dimana Indonesia di tentukan dasar dan cita-cita perjuangannya yaitu lima dasar yang termaktub dalam ideology kita Pancasila oleh BPUPKI yang kemudian terujar langsung dari mulut Sang Proklamator saat pidatonya pada 1945. Moment ini yang kini sah dijadikan hari libur nasional oleh bapak presiden kita Ir. Joko Widodo adalah suatu berkah bahwa kita telah terlepas dari segala kesibukan pekerjaan sehingga sangat tidak wajar jika kita tidak ingat akan hari lahirnya Pancasila. Peran Pancasila sebagai ideology Negara memang sudahseharusnya di maknai oleh seluruh warga Indonesia sehingga pemahaman akan kehidupan bernegara menjadi sepaham dengan apa yang di cita-citakan dan dicapai secara kolektif atau gotong-royong sebagaimana ciri khas orang Indonesia.


Di hari ini pada tahun 2018, tak sedikit juga menurut saya orang dan atau golongan yang ingat betul bahwa 1 juni adalah hari lahir pancasila, oleh karena itu dengan ke kreatif an masing-masing mereka menggelar acara semacam “memperingati hari lahir pancasila”. Dalam hari peringatan objeknya adalah orang yang lupa lalu di ingatkan bahwa Pancasila dilahirkan pada 1 Juni 1945, padahal yang paling substansial dari hari lahir pancasila adalah apa yang terucap dalam pidato Bung Karno 1 juni 1945 yaitu “Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.” adalah apa yang harus diperingati dari hari lahirnya pancasila 1 juni. Sangat jelas sekali bahwa yang harus kita ingat bukanlah kapan Pancasila dilahirkan melainkan mengapa 1 juni 1945 Pancasila dilahirkan? apakah Pancasila itu? Bagaimana Pancasila diaplikasikan? Sudah berapa decade kita hanya bercita-cita? Pendalaman pendalaman kritis seperti itulah yang harus kita olah sehingga bangsa dan Negara kian sadar bahwa usia semakin tua dan bisa mengoreksi serta mengukur apa saja yang sudah dan belum dilakukan diusia tuanya.


Jika kita kaitkan dengan agenda reformasi kita yang sudah 20 tahun berjalan sementara Indonesia belum juga menempuh sosialisme. Lantas apakah yang akan kita perbuat dengan hanya mengingat tanggal tanpa mengingat dasar dan tujuan bernegara ini. Bukan bermaksud menyudutkan karenapun saya juga menyepakati adanya bahkan sangat lumrah kita jumpai bahwa orang tak tahu lagi apa itu pancasila kecuali tentang patung garuda. Perlu diingat bahwasannya revolusi belum selesai sama sekali, tinggal bagaimana kita berkehandak ataupun tidak untuk melanjutkan kobarnya api yang menyala-nyala tak menentu besar kecilnya ini. Jangan terlupakan bahwa di atas kelima dasar itulah Negara Indonesia berdiri kekal dan abadi dengan semangat perjuangan dan pemikiran yang tiada akan ada habis-habisnya dari waktu-kewaktu maupun zaman ke zaman. Lalu dimana peran intelektual untuk mendorong jalannya perjuangan? Dalam hal ini saya sangat setuju dengan pendapat Rocky Gerung bahwa akademisi hanya berpihak kepada akal sehat dan justru karena itu ia memberi kritik. Mungkin kalimat “kritik” mengalami penyempitan arti di masyarakan sehingga terdengar sangat menyerang bahkan bisa dinilai mencari-cari kesalahan. Padahal arti kata “kritik” sendiri memiliki banyak arti menurut KBBI adalah “kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya”. Terlepas dari itu mengapa akademisi atau intelektual harus berpihak pada akal sehat, menurut saya sangat cocok sekali dengan ucapan Tan Malaka bahwa“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Meskipun dapat dibedakan subjek antara kata “pemuda” dan “akademisi”, menurut saya dua pendapat diatas memiliki korelasi yang mengerucut pada intelektual. Kembali kepada topic bahasan mengapa keberpihakan intelektual adalah kepada akal sehat? karena akal sehat dan idealismlah yang menganalisa secara kritis problema-problema yang ada sehingga dapat memilah manakah yang hal-hal yang menghambat dan mendorong terbentuknya ke idealan mengingat bahwasannya kita mencita-citakan sosialisme sebagai Negara yang ideal. Maka jelaslah sudah bahwa untuk mengoptimalkan peran intelektual adalah dengan tidak membatasi minat belajar selebar dan sedalam-dalamnya dengan dikawal oleh norma-norma yang tertanam murni pada Pancasila dan Marhaenisme.

https://unsplash.com/photos/ZUZifo34j3s

Comentarios


Join my mailing list

© 2023 by The Book Lover. Proudly created with Wix.com

  • White Instagram Icon
bottom of page