Rusa Berbulu Merah
- P. A. Ikhsanudin
- Aug 3, 2018
- 4 min read

Tan Malaka gelar Sutan Datuk Ibrahim Tan Malaka adalah salah satu pendiri Republik Indonesia karena itu ia dijuluki sebagai Bapak Bangsa. Pencetus pertama Indonesia dengan konsep Negara Republik ini adalah sosok yang sangat berpengaruh bagi berdirinya Negara ini dengan bukunya yang berjudul “Naar De Republiek” yang menjadi rujukan para founding father salah satunya ialah Soekarno yang juga terilhami oleh pemikiran Tan Malaka dari bukunya tersebut untuk turut mengsukseskan konsep Negara Republik Indonesia.
Tan Malaka lahir di Suliki, Lima puluh kota, Sumatera Barat pada 1897. Pejuang yang mengabdikan hampir seluruhnya hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia sesuai jargon andalannya “Merdeka 100%” melalui gerakan sayap kiri berideologi Komunis. Ia menghabiskan usianya dalam pelarian karena dikejar oleh semua penjuru, maka tak aneh lagi jika ia bisa menguasai 8 bahasa yakni Minang, Indonesia, Belanda, Rusia, Jerman, Mandarin dan Tagalog. Dengan bergelutnya ia di dunia perpolitikan dunia dimana Indonesia menjadi tanah perebutan Ideologi-ideologi besar dunia antara Komunisme dan Liberalisme ia menyusupi perpolitikan Indonesia lewat Komintern yang bersayap PKI di Indonesia dan dipercaya menjadi wakil komunisme wilayah asia tenggara. Partai Komunis Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Alimin dan Muso bahkan tidak sejalan dengan gagasan Tan, karena itu meski ia dianggap Komunis namun perjuangannya tidak direstui sepenuhnya oleh PKI karena dianggap penghianat. Di kisahkkan Alimin dan Muso memberi laporan dalam rapat akan melakukan pemberontakan pada pemerintahan Belanda pada 1926 kepada Tan Malaka dikediamannya di Singapore namun Tan Malaka menilai pemberontakan itu terlalu mentah. Tan Malaka pun memberikan berkas alasan mengapa ia menilai rencana itu kurang siap terutama tentang “Massa Actie” untuk di berikan kepada petinggi-petinggi PKI namun Tan yang menunggu kabar dari PKI atas berkasnya itu malah dikhianati oleh Alimin dengan berkas dari Tan itu tidak pernah diberikan kepada PKI. Malah Alimin dan Musso pergi ke Soviet untuk meminta izin kepada komintern perihal pemberontakan, meskipun Komintern juga tidak menyetujui namun pemberontakan 1926-1927 itu tetap dipaksakan terjadi dan alhasilpun sesuai dengan prediksi Tan Malaka bahwa pemberontakannya itu gagal sama sekali. Semenjak itu hubungan Tan dengan Alimin pentolan PKI sirnah seperti yang tercermin dari ucapannya "Baru saya sadar kejujuran Alimin terhadap saya sendiri, selama ini. Teman yang selama ini saya anggap jujur terhadap saya dan amat saya hargai selama ini, hilang di hati saya sebagai teman seperjuangan,”. Kisaran pada masa itu pula Tan Malaka menulis buku yang berjudul “Massa Actie” atau “Aksi Massa”, sebuah buku yang menginspirasi W. R. Soepratman menciptakan lagu “Indonesia Raya” yang didengungkan pada Kongres Pemuda 1928. Berikut lirik yang menginspirasi W. R. Soepratman:
“Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putra tanah Indonesia tempat darahmu terumpah”
Tan Malaka pernah menempuh pendidikannya di Belanda, selama disana lah ia belajar tentang politik terutama setelah membaca buku "de Fransche Revolutie " dan ia mulai tertarik kepada Sosialism dengan membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels dan Vladimir Lenin setelah terjadinya Revolusi Oktober Uni Soviet. Iapun juga menjadikan Friedrich Nietzche sebaai panutan. Dan sejak itulah ia mulai membenci budaya belanda. Pejuang yang diidentikkan sebagai kutu buku ini sangat memperhatikan pendidikan di Indonesia dengan mendirikan Sekolah Rakyat untuk mendidik anak-anak pribumi supaya lepas dari belenggu kebodohan saat awal dia datang ke Indonesia semasa ia bergabung dengan Sarekat Islam. Tan sebagai politisi sayap komunis sering disalahpahami oleh para pejuang muslim maupun oleh PKI. Sebagai seorang komunis ia terstigma buruk karena rekam jejak PKI yang buruk dengan sayap Islam sebaliknya pun begitu, oleh PKI Tan bahkan diburu karena dianggap penghianat karena perbedaan paham dengan PKI terutama dengan Musso. Karena itu tak heran jika semasa hidupnya penuh dengan pelarian didalam negeri maupun diluar negeri. Dengan pengakuannya “Di hadapan Tuhan saya adalah Muslim, namun di antara Manusia, saya adalah Komunis. Karena di tengah-tengah Manusia, banyak jelmaan Iblis” yang menjadi penengah sekalipun membingungkan bagi masyarakat yang kolot dikarenakan bagi orang kolot Komunis sama dengan tidak beragama. Namun modern ini setelah kita memperlajari dan mengerti apa itu Komunisme kalimat tersebut sangat masuk akal didukung Tan adalah seorang hafiz quran pada masa kanak-kanaknya dan ia juga lahir dalam masyarakat Islam. Tan adalah orang yang selalu muncul tak diduga dan hilang tiba-tiba contoh saja pada 2 maret 1922 dimana terjadinya mogok besar-besaran oleh buruh pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta yang pada akhirnya Tan Malaka di tangkap oleh pemerintahan belanda sebagai dalang dari pemogokan tersebut dan dikirim kebelanda sebagai orang buangan. Contoh lain adalah rapat raksasa lapangan Ikada pada 1945 dalam peringatan 1 bulan Proklamasi, Harry A. Poeze seorang sejarawan pengamat Tan Malaka meyakini betul bahwa Tan adalah creator besar dalam terjadinya rapat tersebut. Lalu tentang testamen politik yang dicatat sejarah bahwa Tan Malaka menerima testamen politik dari Soekarno untuk menggantikan posisinya jika Soekarno tersandung dalam artian ditangkap atau dibunuh sehingga tidak bisa menjalankan roda pemerintahan. Pada Januari 1946 Tan Malaka menyelenggarakan Kongres Persatuan Perjuangan di Purwokerto untuk mengambil alih pemerintahan dari tangan Sekutu, oleh karena itu ia ditangkap dan dituduh mau menggulingkan Soekarno-Hatta. 16 September 1948 ia debebaskan dari penjara Magelang dan kemudian pada 17 November 1948 ia mendirikan Partai Murba(Musyawarah Rakyat Banyak) bersama Sukarni di Yogyakarta.
Dalam hal mencerdaskan putra-putri bangsa Tan termasuk orang yang sangat menyoroti hal itu, terutama pada keresahannya terhadap pemikiran orang-orang Indonesia yang irrasional dan menentang kodrat yaitu cenderung berpikiran instan dengan pondasi mistis yang selanjutnya oleh Tan disebut sebagai “Logika Mistika”. Sebagai orang yang beruntung mengenyam bangku pendidikan Tan juga turut mengamalkan pandangan dan solusinya kepada bangsa dan Negara lewat karya agungnya “Matterialisme, Dialektika, dan Logika” atau biasa disebut “Madilog” yang berisi pandangannya akan pemikiran bangsa kita yang cenderung mistis dan instan yang kemudian ia menyodorkan Matterialismme untuk memberangus cara berpikir yang mistik, Dialektika untuk memberangus pemikiran yang instan dan pragmatic, dan dilengkapi dengan Logika. Demikian karya Tan yang disuguhkan untuk memajukan kecerdasan bangsa.
Ia memang disosokkan sebagai seorang “Single Fighter” karena ia selalu berkelana seorang diri. Tan Malaka mengakhiri perjuangannya pada 21 Februari 1949 di Gunung Wilis, Kediri saat Tentara Republik Indonesia menangkap dan mengeksekusinya. Sebagai orang yang berjasa besar sudah berpuluh-puluh tahun nama Tan Malaka jarang dikumandangkan karena oleh Orba namanya dicabut dari jajaran pahlawan dan paham-paham kiri memang diberangus pada kepemimpinan Orba, namun bak air dalam gelas yang di masuki batu semakin berat batunya semakin ia keluar dari gelas.
“Ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”
Tan Malaka
Malang, 3 Agustus 2018
Source:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Malaka
Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa
Madilog
Comments